Wednesday, May 22, 2013

Mengenang Perjuangan Pahlawan Perempuan Ratu Zaleha



Mengenang para pahlawan perempuan ini membangkitkan motivasi patriotisme terhadap bangsa dan Negara Indonesia yang sekarang merdeka. Di mana generasi muda bangsa negeri ini terutama remaja putri Indonesia harus mengenal siapa- siapa saja pahlawan perempuan pendahulunya dalam memperjuangkan harkat martabat perempuan yang tertindas dan berjuang mengusir penjajah Belanda dan Jepang sampai titik darah yang penghabisan di kancah pertempuran.


Para pahlawan perempuan itu yang telah dikenal dan banyak pula yang terlupakan.Pahlawan perempuan itu sepeti Marta Christina tahun 1817 di Maluku, Nyi Ageng Serang (1752-1828) Jawa Tengah, Cut Nyak Dien (1850-1908) dan Cut Meutia (1870-1910) di Aceh., Dewi Sartika (1884-1947) di Bandung Jabar, Rohana Kudus (1884-1972) di Padang kemudian pindah ke Medan dan lain – lain.

Banyak pahlawan perempuan yang terlupakan dan luput dari perhatian para pekerja sejarah seperti sosok wanita yang hebat dalam sejarah Indonesia. Yakni, Sultanah Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Johan Berdaulat dari Aceh dan Siti Aisyah We Tenriolle dari Sulawesi Selatan dan perempuan perkasa lainnya.
Dari sekian para pahlawan perempuan yang terlupakan itu ialah Gusti Zaleha. Gusti Zaleha adalah perempuan perkasa yang patut di ketahui dan patut dikenang sebagai pahlawan perempuan yang gigih memperjuangkan tanah Banjar dari tangan besi penjajah Belanda.

Gusti Zaleha putri dari Sultan Muhammad Seman, cucu dari Pangeran Antasari. Lahir di Lembah Sungai Barito, Muara Lawung,tahun 1880. Di masa anak-anak ia telah merasakan pahit getirnya perjuangan bersama ayahnya dan kakeknya melawan penjajah Belanda. Meninggalnya kakeknya Pangeran Antasari karena sakit, dia sangat kehilangan sekali kakeknya yang selalu mendidiknya agar perempuan Banjar berjiwa patriot dengan semboyan “Waja Sampai Kaputing”. Ketika mulai berangkat dewasa, dia bersama ayahnya terus gencar mengusir penjajah dan selalu diuber-uber Belanda sampai masuk hutan ke luar hutan.
Sebelum ayahnya meninggal Gusti Zaleha sempat diberi cincin kerajaan dari ayahnya. Sejak itu dia menggantikan ayahnya sebagai Sultan dan Pemimpin Perang Tertinggi kemudian diberi gelar Ratu Zaleha. Bersama suaminya Gusti Muhammad Arsyad terus melanjutkan perjuangan ayahnya. Gusti Muhammad Arsyad adalah saudara sepupunya putra dari pamannya Gusti Muhammad Said. Semasa ayahnya masih hidup, suaminya adalah panglima perang yang sangat dihandalkan ayahnya, dimana bersama suaminya pada tahun 1901 memporak porandakan penyerangan Belanda di daerah Barito.

Ratu Zaleha dapat menghimpun kekuatan dari suku – suku Dayak Dusun, Kenyah,Ngaju,Kayan,Siang,Bakumpai,Suku Banjar bersama seorang wanita pemuka Dayak Kenyah bernama Bulan Jihad seorang perempuan yang sangat pemberani yang selalu bahu membahu di medan pertempuran.

Selama masa perjuangan fisik Ratu Zaleha bersama Bulan Jihad (masuk Islam) tidak ketinggalan memberikan pelajaran baca tulis (Arab Melayu) dan ajaran agama Islam kepada anak-anak Banjar serta memberikan penyuluhan kepada perempuan – perempuan Banjar tentang peranan perempuan,ajaran agama Islam dan ilmu pengetahuan.

Ratu Zaleha sangat murka manakala suami dan pasukannya dilumpuhkan Belanda. Suaminya ditangkap lalu diasingkan ke Bogor pada 1904. Tetapi ia tidak pernah kenal surut dan terus mengadakan perlawanan yang tinggi mempertahankan Benteng Manawing dan Tambang Batu Bara Oranje Nassau atas gempuran Belanda yang lengkap alat persenjataannya.

Ratu Zaleha dianggap macan wanita yang tidak mau tunduk kepada Belanda. Perang berjalan 5 tahun. Tetapi kondisi fisik Ratu Zaleha mulai menurun karena kelelahan dan pasukannya juga satu persatu gugur dalam suatu pertempuran yang sangat tidak berimbang. Pada bulan Juni 1905, pasukan Ratu Zaleha dilumpuhkan dan dia ditanggkap kemudian bersama ibunya Nyai Salmah diasingkan ke Bogor bersama-sama suaminya Gusti Muhammad Arsyad.

Setelah tertawannya Ratu Zaleha maka berakhirlah “Perang Banjar” yang dimulai tahun 1859. Dan Belanda dengan leluasa menjajah di bumi Kalimantan ini.

Selama 31 tahun Ratu Zaleha bersama keluarganya dipengasingan kemudian diizinkan kembali ke Banjarmasin,1937. Dan pada tanggal 24 September 1953 Ratu Zaleha berpulang kerahmatullah, di makamkan dikomplek MakamRaja-Raja Banjar di Banjarmasin.

Pada tanggal 11 Januari 1954 Bulan Jihad turun dari gunung setelah 49 tahun mengasingkan diri. Dia sangat sedih setelah 4 bulan baru tahu Ratu Zaleha sahabatnya mendahuluinya.

Walaupun Ratu Zaleha telah tiada namun harum namanya tak pernah sirna di hati rakyat Kalimantan. Ratu Zaleha menjadi simbol emansipati waniti Banjar, juga namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Umum di Martapura Kabupaten Banjar Kalsel.

(Sumber Artikel: Sastra Banjar; Sumber Gambar: Berbagai Sumber)

Source: Admin @SejarahRI Twitter

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...