Ada cerita yang sangat menyedihkan dan memilukan hati ketika
terjadi pendudukan Jepang di Indonesia, namun sayangnya cerita itu hanya
dianggap bagian kecil tentang sejarah kemerdekaan Indonesia dan kurang
mendapat perhatian, cerita itu adalah Jugun Ianfu.
Jugun Ianfu adalah perempuan penghibur bagi tentara
Jepang. Stigma negatif dan pencemaran nama baik yang mereka terima dari
masyarakat, serta perasaan bersalah telah membuat mereka berdiam diri
tentang pengalaman buruk mereka alami.
Fotografer Jan Banning dan wartawan Hilde Jansen telah memberikan
potret, gambar, dan lukisan realitas yang menyedihkan dari Jugun Ianfu.
Cerita Sedih Jugun Ianfu. Foto via mannaismayaadventure.com
Jansen mengatakan pada upacara pembukaan pameran foto bertajuk “Jugun Ianfu” di Erasmus Huis Jakarta mengatakan:
“Pemerintah Indonesia hampir tidak pernah memperhatikan
masalah ini. Selama pemerintahan Orde Baru, wanita-wanita ini telah
diperingatkan untuk tidak bercerita tentang kisah mereka. Pada saat itu,
pemerintah Indonesia yang khawatir kehilangan peluang perdagangan dan
investasi dari Jepang.”
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta akhirnya membantu Banning dan
Jansen untuk mendapatkan data akurat tentang Jugun Ianfu. Mereka
mendapati bahwa sebagian besar, Jugun Ianfu datang dari pulau Jawa,
Sumatera, dan Kalimantan. Namun sekarang, banyak dari mereka telah
meninggal dunia. Jika mereka masih hidup, sebagian besar Jugun Ianfu
sudah berumur lebih dari 80 tahun sekarang.
Duo Hilde Jansen dan Jan Banning telah memulai proyek mereka untuk
melacak Jugun Ianfu sejak tahun 2007 sampai 2009, dengan bantuan dari
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Mereka berhasil menemukan dan mengungkapkan cerita menyedihkan lebih
dari 50 mantan Jugun Ianfu.
Jansen mengatakan:
“Adalah hal yang sulit untuk mewawancarai mereka. Bahkan,
beberapa dari wanita-wanita itu tidak ingin memberitahu kami tentang
pengalaman hidup pahit mereka.”
Jugun Ianfu
Cerita Sedih Jugun Ianfu. Foto via mannaismayaadventure.com
Jugun ianfu adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut wanita
penghibur. Wanita-wanita penghibur itu terlibat dalam perbudakan seks
selama Jepang berperang pada Perang Dunia II dan kolonialisme Jepang.
Jugun ianfu seorang wanita yang dipaksa untuk menjadi wanita
penghibur untuk memenuhi kebutuhan seksual tentara Jepang di Indonesia,
dan juga di negara-negara kolonianisme Jepang lainnya pada periode
1942-1945.
Seorang profesor di Universitas Negeri Kanto, Dr. Hirofumi Hayashi
telah melakukan penelitian tentang Jugun Ianfu, dan dia memperkirakan
bahwa total jumlah Jugun Ianfu yang dimiliki Jepang pada saat perang
berlangsung sekitar 20.000 sampai dengan 30.000.
Jugun Ianfu Di Indonesia
Jugun Ianfu di Indonesia adalah mayoritas perempuan Indonesia yang
direkrut di bawah paksaan, misalnya mereka diambil begitu saja di
jalan-jalan, atau bahkan diculik di rumah mereka, ada juga yang tertipu
dengan iming-iming untuk sekolah di luar negeri, atau kisah melodramatis
(seperti yang dialami perjuangan ikon Jugun Ianfu, Nyonya Mardiyem).
Sampai saat ini, mantan Jugun Ianfu masih merasakan trauma psikologis
dan gangguan fungsi fisik yang disebabkan oleh pengalaman pahit yang
pernah mereka alami. Belum lagi, ada sigma negatif yang melekat pada
Jugun Ianfu di masyarakat pada umumnya yang hanya menganggap mereka
menjadi wanita penghibur dengan sukarela.
Rumah Bordil Adalah Kebijakan Militer Jepang
Cerita Sedih Jugun Ianfu. Foto via http://blog.goo.ne.jp
Penelitian tentang sejarah pemerintah Jepang, telah memberikan beberapa faktor pendirian rumah bordil militer, yaitu :
Pertama, pemerintah Jepang berharap penyediaan akses seks yang
gampang akan meningkatkan moral tentara jepang, dan militer Jepang lebih
mudah mengatur tentaranya.
Kedua, dengan melakukan bordil dan menempatkan mereka di bawah
pengawasan resmi, pemerintah berharap untuk mengatur penyebaran penyakit
kelamin.
Menurut kesaksian wanita Jugun Ianfu yang masih hidup, dia
menggambarkan rumah bordil Jepang adalah tempat yang sangat mengerikan.
Wanita-wanita penghibur dibagi menjadi 3 atau 4 kategori, tergantung
pada seberapa panjang layanan seks yang mereka jalani.
Wanita penghibur yang masih baru dengan resiko penyakit kelamin yang
sedikit akan ditempatkan di kategori tertinggi. Namun, seiring waktu,
wanita penghibur akan diturunkan kategorinya karena kemungkinan mengidap
penyakit kelamin semakin tinggi.
Ketika wanita penghibur sudah dianggap mengalami penyakit kelamin
terlalu mengerikan maka mereka diabaikan begitu saja. Banyak wanita
penghibur melaporkan bahwa rahim mereka membusuk karena penyakit yang
dialami oleh ribuan orang dalam beberapa tahun.
Ketika Jepang sudah kalah dalam perang dan pihak militer sudah
mengevakuasi posisi mereka dari Asia Tenggara, banyak wanita penghibur
non-Jepang ditinggalkan begitu saja. Banyak wanita penghibur yang mati
kelaparan di pulau-pulau terpencil, dimana letak mereka ribuan mil jauh
dari rumah mereka.
No comments:
Post a Comment